Rabu, 02 November 2011

Kehidupan anak kost



Kost merupakan suatu rantai proses kehidupan yang menuntut kemandirian serta tanggung jawab yang mutlak dijalani oleh setiap individu sebagai pendatang terutama yang menuntut ilmu di daerah lain. Kehidupan sebagai anak kost terkadang membuat saya harus beradaptasi dengan lingkungan baru, kebudayaan baru dan kebiasaan baru. Kehidupan kost memang sangatlah berbeda dengan kehidupan di rumah yang memang serba cukup dan santai. Sedangkan kehidupan sebagai anak kost identik dengan kehidupan yang serba ada, irit, penuh perhitungan, penuh tanggung jawab dan kemandirian. Tentu saja sebagai pendatang, yang biasanya ada orang tua yang selalu menemani dan menjaga kita di rumah, kini jauh dari kita. Kita harus bisa menjaga diri dan bisa menjaga nama baik orang tua dengan baik. Mungkin sebagian orang terutama pelajar dan mahasiswa undip yang belum pernah kost, kaget dengan kondisi yang harus mereka jalani untuk waktu yang cukup lama. Banyak dari teman-teman saya yang baru pertama kali kost, merasakan kesedihan dan kerepotan yang harus mereka rasakan dan jalani tanpa bantuan dari orang lain. Tetapi di kost, kita bisa memiliki banyak teman dari berbagai daerah yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam dan lingkungan masyarakat di sekitar kost yang pastinya baru.
Sepanjang menjalani kehidupan sebagai anak kost terdapat berbagai masalah yang dihadapi dari diri sendiri, teman-teman dan lingkungan sekitar. Dari diri sendiri terdapat banyak konflik yang muncul seperti ketidaknyamanan, keasingan, kerinduan akan situasi dan kondisi yang biasanya, dsb. Tetapi lama-kelamaan konflik diri tersebut akan berangsur-angsur hilang sesudah beradaptasi dengan keadaan, kondisi dan kebiasaan. Kehadiran teman juga sangat penting dan berpengaruh. Dalam berinteraksi dengan teman satu kost, dibutuhkan sikap penempatan diri yang bagus, mudah serta bisa diterima oleh dari mulai kakak tingkat, teman seangkatan hingga adik di bawah angkatan. Dari segi ekonomi, kebanyakan anak kost memiliki kebutuhan yang tinggi dan seringkali tidak mencukupi. Dan memang benar, saya juga merasakan hal tersebut. Belum lagi jika memasuki akhir bulan, banyak yang mengeluh kehabisan uang. Biaya konsumsi dan pola makan pun menjadi tidak teratur. Hal ini memang sudah menjadi hal lumrah.
Dengan menjalani kehidupan baru, pastinya banyak hal-hal baru yang dijumpai. Apalagi jika hidup di kota besar, banyak hal-hal yang menyenangkan dan tentunya banyak biaya yang memang dikeluarkan untuk hal seperti tempat hiburan malam diskotik. Teman saya pernah mengunjungi diskotik karena diajak oleh temannya, saking seringnya dia berkunjung akhirnya menjadi kebiasaan seperti kecanduan mengunjungi dan menikmati dunia malam yang bisa menghilangkan penat serta strees tersebut. Teman saya itu awalnya hanya ikut-ikutan, memang teman saya itu cantik dan lugu serta asing dengan hal seperti itu, namun karena gaya hidup yang dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak biasa, dia menjadi terpengaruh dan menciptakan kebiasaan yang terkesan negatif.
Kehidupan kos yang memang rawan dan tak terkontrol menimbulkan perilaku menyimpang seperti free sex. Hal ini menjadi agenda pembicaraan yang tak hentinya sehingga menjadi hal biasa. Semua ini tergantung masing-masing individu seberapa besar mereka mengontrol dan menjaga diri dan kehidupannya. Faktor yang tak kalah berpengaruh yaitu keketatan tempat kost. Ada atau tidak Bapak atau Ibu kost yang menjaga kost dan peraturan yang harus dipatuhi oleh semua penghuni kost. Namun ada juga, kost yang bebas artinya tidak ada yang mengawasi kost tersebut dan kurang tegasnya peraturan yang dibuat oleh tempat kost tersebut. Hal ini perlu diperhatikan bagi orang tua yang anaknya menempati kost yang seperti itu.
Sebagai anak kost, keamanan sering disepelekan dan dianggap kurang penting. Seperti kejadian keluarnya asap hitam tebal yang berasal dari salah satu kamar teman kost saya. Ternyata teman saya itu lupa mematikan colokan termos air yang dimasaknya. Kejadian tersebut untungnya tidak tersebar luas. Lupa adalah sesuatu yang manusiawi dan semua orang pernah mengalaminya. Namun hendaknya sebagai anak kost, harus bisa memperhatikan dan menjaga keamanan kamar serta isinya sehingga tidak menimbulkan kerugian yang akan menimpa orang lain maupun diri sendiri.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masalah pemuda merupakan masalah yang abadi dan selalu dialami oleh setiap generasi dalam hubungannya dengan generasi yang lebih tua. Masalah-masalah pemuda ini disebakan karena sebagai akibat dari proses pendewasaan seseorang, penyusuan diri dengan situasi yang baru dan timbulah harapan setiap pemuda karena akan mempunyai masa depan yang baik daripada orang tuanya. Proses perubahan itu terjadi secara lambat dan teratur (evolusi)
Sebagian besar pemuda mengalami pendidikan yang lebih daripada orang tuanya. Orang tua sebagai peer group yang memberikan bimbingan, pengarahan, karena merupakan norma-norma masyarakat, sehingga dapat dipergunakan dalam hidupnya. Banyak sekali masalah yang tidak terpecahkan karena kejadian yang menimpa mereka belum pernah dialami dan diuangkapkannya.
Dewasa ini umum dikemukakan bahwa secara biologis dan politis serta fisik seorang pemuda sudah dewasa akan tetapi secara ekonomis, psikologis masih kurang dewasa. Contohnya seperti pemuda-pemuda yang sudah menikah, mempunyai keluarga, menikmati hak politiknya sebagai warga Negara tapi dalam segi ekonominya masih tergantung kepada orang tuanya.

B. Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. Bagaimana Pengertian tentang pemuda.
2. Bagaimana pengertian sosialiasi
3. Bagaimana pengertian Internalisasi
4. Bagaimana gambaran pemuda dan identiasnya

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana pengertian dari pemuda, bagaimana pengertian dari sosialisasi dan Internalisasi pemuda. Dan bagaimana gambaran pemuda dengan identitas dirinya.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini


BAB II
PEMUDA DAN SOSIALISASINYA DALAM PERMASALAHAN GENERASI NASIONAL

A. Pengertian Pemuda
Telah kita ketahui bahwa pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah nilai. hal ini merupakan pengertian idiologis dan kultural daripada pengertian ini. Di dalam masyarakat pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya karma pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Ada beberapa kedudukan pemuda dalam pertanggungjawabannya atas tatanan masyarakat, antara lain:
a. Kemurnian idealismenya
b. Keberanian dan Keterbukaanya dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan-gagasan yang baru
c. Semangat pengabdiannya
d. Sepontanitas dan dinamikanya
e. Inovasi dan kreativitasnya
f. Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan-gagasan baru
g. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan keperibadiannya yang mandiri
h. Masih langkanya pengalaman-pengalaman yang dapat merelevansikan pendapat, sikap dan tindakanya dengan kenyataan yang ada.

B. Sosialisasi Pemuda
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam sosialisasi, antara lain: Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
a) Proses sosialisasi
Istilah sosialisasi menunjuk pada semua factor dan proses yang membuat manusia menjadi selaras dalam hidup ditengah-tengah orang kain. Proses sosialisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana mesti ia bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya.
Semua warga negara mengalami proses sosialisasi tanpa kecuali dan kemampuan untuk hidup ditengah-tengah orang lain atau mengikuti norma yang berlaku dimasyarakat. Ini tidak datang begitu saja ketika seseorang dilahirkan, melainkan melalui proses sosialisasi.
b) Media Sosialisasi
• Orang tua dan keluarga
• Sekolah
• Masyarakat
• Teman bermain
• Media Massa.
c) Tujuan Pokok Sosialisasi
• Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
• Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
• Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
• Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.

C. Internalisasi
Adalah proses norma-norma yang mencakup norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusional saja, akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.
a. Pendekatan klasik tentang pemuda
Melihat bahwa muda merupakan masa perkembangan yang enak dan menarik. Kepemudaan merupakan suatu fase dalam pertumbuhan biologis seseorang yang bersifat seketika dan suatu waktu akan hilang dengan sendirinya, maka keanehan-keanehan yang menjadi ciri khas masa muda akan hilang sejalan dengan berubahnya usia.
Menurut pendekatan yang klasik ini, pemuda dianggap sebagai suatu kelompok yang mempunyai aspirasi sendiri yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat. Selanjutnya munculah persoalan-persoalan frustasi dan kecemasan pemuda karena keinginan-keinginan mereka tidak sejalan dengan kenyataan. Dan timbulah konflik dalam berbagai bentuk proses. Di sinilah pemuda bergejolak untuk mencari identitas mereka.

b. Dalam hal ini hakikat kepemudaan ditinjau dari dua asumsi pokok.
Penghayatan mengenai proses perkembangan manusia bukan sebagai suatu koninum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah dan setiap pragmen mempunyai arti sendiri-sendiri.
Asumsi wawasan kehidupan adalah posisi pemuda dalam arah kehidupan sendiri. Perbedaan antar kelompok-kelompok yang ada, antar generasi tua dan pemuda, misalnya hanya terletak pada derajat ruang lingkup tanggung jawabnya.
Generasi tua sebagai angkatan-angkatan yang lalu (passing generation) yang berkewajiban membimbing generasi muda sebagai generasi penerus. Dan generasi pemuda yang penuh dinamika hidup berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang mulai melemah, disamping memetik buah-buah pengalamannya, yang telah terkumpul oleh pengalamannya.
Pihak generasi tua tidak bisa menuntut bahwa merekalah satu-satunya penyelamat masyarakat dan dunia. Dana melihat generasi muda sebagai perusak tatanan sosial yang sudah mapan, sebaliknya generasi muda juga tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memelihara dunia. Dengan demikian maka adanya penilaian yang baku (fixed standard) yang melihat generasi tua adalah sebagai ahli waris. Dari segala ukuran dan nilai dalam masyarakat, karena itu para pemuda menghakimi karena cenderung menyeleweng dari ukuran dan nilai tersebut karena tidak bisa diterima. Bertolak dari suatu kenyataan, bahwa bukan saja pemuda tapi generasi tua pun harus sensitif terhadap dinamika lingkungan dengan ukuran standard yang baik.
Dengan pendapat di atas jelas kiranya bahwa pendekatan ekosferis mengenai pemuda, bahwa segala jenis ”kelainan” yang hingga kini seolah-olah menjadi hak paten pemuda akan lebih dimengerti sebagai suatu keresahan dari masyarakat sendiri sebagai keseluruhan. Secara spesifiknya lagi, gejolak hidup pemuda dewasa ini adalah respon terhadap lingkungan yang kini berubah dengan cepat.

D. Pemuda Dan Identitas
Telah kita ketahui bahwa pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah dan merupakan beban modal bagi para pemuda. Tetapi di lain pihak pemuda juga menghadapi pesoalan seperti kenakalan remaja, ketidakpatuhan kepada orang tua, frustasi, kecanduan narkotika, masa depan suram. Semuanya itu akibat adanya jurang antara keinginan dalam harapan dengan kenyataan yang mereka hadapi.
Kaum muda dalam setiap masyarakat dianggap sedang mengalami apa yang dinamakan ”moratorium”. Moratorium adalah masa persiapan yang diadakan masyarakat untuk memungkinkan pemuda-pemuda dalam waktu tertentu mengalami perubahan.
Menurut pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa generasi muda dapat dilihat dari berbagai aspek sosial, yakni:
1. Sosial psikologi
2. sosial budaya
3. sosial ekonomi
4. sosial politik

 Masalah-masalah yang menyangkut generasi muda dewasa ini adalah:
a. Dirasakan menurunnya jiwa nasionalisme, idealisme dan patriotisme di kalangan generasi muda
b. Kekurangpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya
c. Belum seimbangnya jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia
d. Kurangnya lapangan dan kesempatan kerja.
e. Kurangnya gizi yang dapat menghambat pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasan
f. Masih banyaknya perkawinan-perkawinan di bawah umur
g. Adanya generasi muda yang menderita fisik dan mental
h. Pergaulan bebas
i. Meningkatnya kenakalan remaja, penyalahagunaan narkotika
j. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengangkut generasi muda.
 Peran pemuda dalam masyarakat
a. Peranan pemuda yang didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b. Peranan pemuda yang menolak unsur menyesuaikan diri dengan lingkungannya
c. Asas edukatif
d. Asas persatuan dan kesatuan bangsa
e. Asas swakarsa
f. Asas keselarasan dan terpadu
g. Asas pendayagunaan dan fungsionaliasi
 Arah Pembinaan Dan Pengembangan Generasi Muda
Arah pembinaan dan pengembangan generasi muda ditunjukan pada pembangunan yang memiliki keselarasn dan keutuhan antara ketiga sumbu orientasi hidupnya yakni.
a. Orientasi ke atas kepada Tuhan Yang Masa Esa.
b. Orientasi dalam dirinya sendiri
c. Orientasi ke luar hidup di lingkungan
Peranan mahasiswa dalam masyarakat
a. Agen of change
b. Agen of development
c. Agen of modernization

BAB III
KESIMPULAN

Pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan Negara bangsa dan agama. Selain itu pemuda/mahasiswa mempunyai peran sebagai pendekar intelektual dan sebagai pendekar social yaitu bahwa para pemuda selain mempunyai ide-ide atau gagasan yang perlu dikembangkan selain itu juga berperan sebagai perubah Negara dan bangsa ini. Oleh siapa lagi kalau bukan oleh generasi selanjutnya maka dari itu para pemuda harus memnpunyai ilmu yang tinggi dengan cara sekolah atau dengan yang lainnya, dengan begitu bangsa ini akan maju aman dan sentosa.
1. Jika dibandingkan dengan generasi sebelum dan generasi berikutnya, setiap generasi memiliki cirri-ciri khas corak atau watak pergerakan / perjuangan. Sehubungan dengan itu, sejak kebangkitan Nasional, di Indonesia pernah tumbuh dan berkembang tiga generasi yaitu generasi 20-an generasi 45 dan generasi 66, dengan masing-masing ciri khasnya.
2. Ada dua regenerasi, yaitu
a. Regenerasi yang berlangsung alamiah. Artinya generasi berjalan lumrah seperti yang terjadi pada kelompok dunia tumbuhan atau hewan. Proses regenerasi ini berjalan sebagai biasa-biasa saja, berlangsung secara alami, tidak di ekspos atau dipublikasikan.
b. Regenerasi berencana, artinya proses regenerasi ini sungguh-sungguh direncanakan, dipersiapkan. Pada masyarakat, suku-suku primitip, proses regenerasi dibakukan dalam lembaga dapat yang disebut inisiasi. Oleh karena itu system regenerasi seperti ini lebih tepat disebut regenerasi Kaderisasi. Pada hakikatnya system regenerasi-kaderisasi adalah proses tempat para kader pimpinan para suku atau bangsa digembleng serta dipersiapkan sebagai pimpinan suku atau bangsa pada generasi berikutnya. Menggantikan generasi tua. Regenerasi-kaderisasi suatu suku atau bangsa diperlukan untuk dipertahankan kelangsungan eksistensinya serta kesinambungan suatu generasi atau bangsa, disamping dihadapkan terjaminnya kelestarian nilai-nilai budaya nenek moyang.
3. Demi kesinambungan generasi dan kepemimpinan bangsa Indonesia telah memiliki KNPI dan AMPI sebagai wadah forum komunikasi dan tempat penggembleng. Menempa dan mencetak kader-kader dan pimpinan bangsa yang tangguh dan merakyat.
4. Generasi muda Indonesia mulai turut dalam peraturan aksi-aksi Tritura, Supersemar,
5. Bidang pendidikan yang dapat menopang pembangunan dengan melahirkan tenaga-tenaga terampil dalam bidangnya masing-masing dapat digolongkan dalam tiga bidang yaitu pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal.








DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, taufik, Pemuda dan Perubahan Social, LP3ES, Jakarta, 1974.
Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 2003
http://www.homeartikel.co.cc
http://www.anakciremai.com

warganegar dan negara

KATA PENGANTAR
Puji da syukur kita panjatkan kehadirat Allo SWT, karena alhamdulillah
dengan limpahan karunia dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lipa shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW, kepada para Sahabatnya, keluarga, serta sampai kepada kita
selaku umatnya. Amin.
Makalah berjudul “Warga Negara dan Kewarganegaraan” ini kami buat untk memenuhi salah satu tugas yang diberikan guru mata pelajaran Kimia. Dan semoga, selain memenuhi
tugas tersebut, makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan kami khususnya.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dalam upaya perbaikan kami dalam
membuat makalah. Karena sangat kami sadari pembuata makalah ini sarat akan
kekurangan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................  ................................ I
DAFTAR ISI......................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................                   1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2
   2.1 Kewarganegaraan .................................................................................. 2
2.1.1 Pengertian .................................................................................. 2
2.1.2 Warga Negara Indonesia ........................................................... 2
2.2 Kedudukan Warga Negara Di Indonesia ............................................... 4
2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga Negara ......................................... 5
   2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-
           Bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan,
 Budaya Dan Suku ........................................................................ 7
BAB III PENUTUP............................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 8
3.2 Saran....................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang
haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga
terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan.
Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang
memilki  dua  status  kewarganegaraan  sekaligus.  Itulah  sebabnya  diperlukan
perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status
dwi-kewarganegaraan  tersebut.  Oleh  karena  itu,  di  samping  pengaturan
kewarganegaraan  berdasarkan  kelahiran  dan  melalui  proses  pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu
melalui registrasi biasa.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur  kemungkinan  warganya  untuk  mendapatkan  status  kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan  Cina  ataupun  yang  memiliki  dwi-kewarganegaraan  antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
1.2 Rumusan Masalah
Yang  akan  dibahas  dalam  makalah  ini  adalah  tentang  pengertian
kewarganegaraandan kedudukan warga Negara di Indonesia. Yang mana keduanya
merupakan dasar bagi kita seorang warga Negara, agar mengetahui batasan-batasa
kewarganegaraan dan perolehan hakdan kewajiban seorang warga negara, yang di
harapkan akan menentukan langkah-langkah kita dalam upaya bela negara.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah satu tugas mata pelajaran pendidika kewarganegaraan
2. menambah pengetahuan tentang pendidikan kewarga negaraan.
3. membahas secara sederhana peranan warga negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KEWARGANEGARAAN
2.1.1 Pangertian
Kewarganegaraan merupakan  keanggotaan  seseorang  dalam satuan politik
 tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di
dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga
kota atauwarga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam
otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan
politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan
 (nationality). Yang
membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan
untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara
hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki
hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik
tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial
, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak
dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara
disyaratkan  untuk  menyumbangkan  kemampuannya  bagi  perbaikan  komunitas
melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan
serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini
muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (Civics) yang diberikan di sekolah
-sekolah.
2.1.2 WARGA NEGARA INDONESIA
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu
Tanda Penduduk
, berdasarkan Kabupaten
 atau (khusus DKI Jakarta
) Provinsi, tempat
ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan
, NIK) apabila ia telah berusia 17
tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor
 diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah :
1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi
WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan
ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan
ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang
ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang
diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah
dan  ibunya  tidak  memiliki  kewarganegaraan  atau  tidak  diketahui
keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah
dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
tahun  dan  belum  kawin,  diakui  secara  sah  oleh  ayahnya  yang
berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah
sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat  tinggal  di  wilayah RI, yang  ayah atau  ibunya  memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara
sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam
situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya
memperoleh kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang
diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh
warga negara Indonesia
Di  samping  perolehan  status  kewarganegaraan  seperti  tersebut  di  atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima
tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas
kewarganegaraan ius sanguinis
; ditambah dengan ius soli
 terbatas (lihat poin 8-10)
dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
2.2 KEDUDUKAN WARGA NEGARA DI NEGARA INDONESIA
Dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui
tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii)
kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan
(iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’.
Ketiga  cara  ini  seyogyanya  dapat  sama-sama  dipertimbangkan  dalam  rangka
pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga
kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan
itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama
ini.
Kasus-kasus  kewarganegaraan  di  Indonesia  juga  banyak  yang  tidak
sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh,
banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di
Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu
yang  lama  sampai  melahirkan  keturunan,  tetapi  tetap  mempertahankan  status
kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia
dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada
proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu
sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-
sebab  lain,  lalu  kemudian  berkeinginan  untuk  kembali  mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan
seorang  warganegara  asing  yang  ingin  memperoleh  status  kewarganegaraan
Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi
karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil,
ataupun  karena  alasan  bahwa yang  bersangkutan  memang  secara  sadar ingin
melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting,  apabila  yang  bersangkutan  ingin  kembali  mendapatkan  status
kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain.
Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi
‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap
negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan
sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-
negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena
itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui
proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan
adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’
dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat
memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip
yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur
agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak
dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada
orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai
jalan  tengah  terhadap  kemungkinan  perbedaan  tersebut,  banyak  negara  yang
berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip
dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur  kemungkinan  warganya  untuk  mendapatkan  status  kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan  Cina  ataupun  yang  memiliki  dwi-kewarganegaraan  antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga Negara
1. Landasan yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara
a. Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA)
b. Jaminan Persamaan Hidup (Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia yang dapat dilestarikan :
1. Nilai Religius
2. Nilai Gotong Royong
3. Nilai Ramah Tamah
4. Nilai Cinta Tanah Air
c. Jaminan Persamaan Hidup dalam Konstitusi Negara
Jaminan persamaan hidup warga Negara di dalam konstitusi negara adalah :
a) Pembukaan UUD 1945 alinea 1
b) Sila-sila Pancasila
c) UUD 1945 dan peraturan peundangan lainnya
2. Berbagai Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara
a. Bidang Politik
a. Kewajiban bela negara terhadap keberadaan dan kelangsungan NKRI
b. Pengembangan sistem politik nasional yang demokratis, termasuk
penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.
c. Meningkatkan  partai  politik  yang  mandiri  dengan  pendidikan
kaderisasi yang intensif dan komprehensif.
d. Memperketat dan menetapkan prinsip persamaan dan antidiskriminasi
dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara.
b. Bidang Ekonomi
a.Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan
kerja  atau  perbaikan  taraf hidup ekonomi dan menikmati  hasil-
hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma
baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan negara
b.Persamaan kedudukan di bidang ekonomi untuk menciptakan sistem
ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan bersaing sehat, efisien,
produktif, berday saing, serta mengembangkan kehidupan yang layak
anggota masyarakat.
c. Bidang Hukum
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa  negara
menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender,
golongan, budaya, dan suku.
d. Bidang Sosial-Budaya
Persamaan kedudukan di bidang sosial-budaya di antaranya :
memperoleh pelayanan kesehatan
kebebasan mengembangkan diri
memperoleh pendidikan yang bermutu
memelihara tatanan sosial.
3. Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara
Menghargai dan menghormati kedudukan individu dengan tidak menonjolkan
perbedaan yang ada
Menjaga tali persaudaraan dalam suatu lingkungan
Negara menjamin persamaan kedudukan warga Negara, sehingga setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama
Tidak memicu konflik yang disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan
atau membangga-banggakan agama/ras/golongan pribadi
Mengakui  dan  memperlakukan  manusia  sesuai  harkat  dan  martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
Tidak mengambil hak-hak milik orang lain
2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras,
Agama, Gender, Golongan, Budaya dan Suku
Berikut upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara   :
a) Setiap  kebijakan  pemerintah  hendaknya  bertumpu  pada  persamaan  dan
menghargai pluralitas
b) Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan
serta dalam pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan sara, gender,
budaya
c) Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin persamaan
warga Negara
d) Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan
gender
Penerapan prinsip persamaan kedudukan warga negara antara lain :
a) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain
b) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
c) Mengakui persamaan derajat,  persamaan  hak dan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin kedudukan social, warna kulit dsb
d) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
e) Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
f) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
g) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur  kemungkinan  warganya  untuk  mendapatkan  status  kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan  Cina  ataupun  yang  memiliki  dwi-kewarganegaraan  antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu
Tanda Penduduk
, berdasarkan Kabupaten
 atau (khusus DKI Jakarta
) Provinsi, tempat
ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan
, NIK) apabila ia telah berusia 17
tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor
 diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja
atau perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai
dengan  nilai-nilai  kemanusiaan  dan  darma  baktinya  yang  diberikankepada
masyrakat, bangsa, dan negara
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin
warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan
suku.
3.2 SARAN
Berikut upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara   :
a. Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan
dan menghargai pluralitas
b. Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat
berperan serta dalam pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan
sara, gender, budaya
c. Produk hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin
persamaan warga Negara
d.Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan
sara dan gender.

warganegar dan negara


KATA PENGANTAR
Puji da syukur kita panjatkan kehadirat Allo SWT, karena alhamdulillah
dengan limpahan karunia dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lipa shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW, kepada para Sahabatnya, keluarga, serta sampai kepada kita
selaku umatnya. Amin.
Makalah berjudul “Warga Negara dan Kewarganegaraan” ini kami buat untk memenuhi salah satu tugas yang diberikan guru mata pelajaran Kimia. Dan semoga, selain memenuhi
tugas tersebut, makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan kami khususnya.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dalam upaya perbaikan kami dalam
membuat makalah. Karena sangat kami sadari pembuata makalah ini sarat akan
kekurangan.

































DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................  ................................ I
DAFTAR ISI......................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................                   1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2
   2.1 Kewarganegaraan .................................................................................. 2
2.1.1 Pengertian .................................................................................. 2
2.1.2 Warga Negara Indonesia ........................................................... 2
2.2 Kedudukan Warga Negara Di Indonesia ............................................... 4
2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga Negara ......................................... 5
   2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-
           Bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan,
 Budaya Dan Suku ........................................................................ 7
BAB III PENUTUP............................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 8
3.2 Saran....................................................................................................... 8































BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang
haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga
terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan.
Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang
memilki  dua  status  kewarganegaraan  sekaligus.  Itulah  sebabnya  diperlukan
perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status
dwi-kewarganegaraan  tersebut.  Oleh  karena  itu,  di  samping  pengaturan
kewarganegaraan  berdasarkan  kelahiran  dan  melalui  proses  pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu
melalui registrasi biasa.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur  kemungkinan  warganya  untuk  mendapatkan  status  kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan  Cina  ataupun  yang  memiliki  dwi-kewarganegaraan  antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
1.2 Rumusan Masalah
Yang  akan  dibahas  dalam  makalah  ini  adalah  tentang  pengertian
kewarganegaraandan kedudukan warga Negara di Indonesia. Yang mana keduanya
merupakan dasar bagi kita seorang warga Negara, agar mengetahui batasan-batasa
kewarganegaraan dan perolehan hakdan kewajiban seorang warga negara, yang di
harapkan akan menentukan langkah-langkah kita dalam upaya bela negara.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah satu tugas mata pelajaran pendidika kewarganegaraan
2. menambah pengetahuan tentang pendidikan kewarga negaraan.
3. membahas secara sederhana peranan warga negara.